1. Pengertian Seni
Seni adalah penggunaan imajinasi manusia secara kreatif
untuk menikmati kehidupan. Oleh karena itu, bentuk kesenian dapat muncul
melalui benda-benda yang digunakan sehari-hari, serta dapat pula melalui
benda-benda khusus yang hanya digunakan untuk kepentingan tertentu seperti
ritual atau upacara. Seni dalam segala perwujudannya merupakan (salah satu)
ekspresi proses kebudayaan manusia, sekaligus pencerminan dari peradaban suatu
masyarakat atau bangsa pada suatu kurun waktu tertentu.
Allah
SWT sangat menyukai seni, sebagaimana sabda Rasulullah :
Artinya
:
“Allah
itu indah dan suka akan keindahan.” (H.R. Muslim)
2. Pengertian Budaya Lokal
Budaya lokal adalah budaya asli suatu kelompok masyarakat
tertentu menurut JW. Ajawalia, budaya loial adalah ciri khas budaya sebuah
kelompok masyarakat lokal. Misalnya budaya masyarakat pedalaman Sunda (Baduy)
Budaya Nyangku di Panjalu Ciamis, budaya Seren Taun di Cicadas dan lain-lain.
Ciri khas budaya tersebut merupakan kebiasaan yang diwariskan
secara turun temurun, meskipun ditengah-tengah perkembangannya mengalami
perubahan nilai, perubahan dimaksud diakibatkan beberapa hal, misalnya
percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak
ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang masih sedekimian asli atau
karena masyarakat sudah tidak memperhatikan lagi pada budaya lokal tersebut.
3. Seni Budaya Pra Islam
Produk seni budaya pra-Islam di Nusantara dapat dibedakan
dalam kategori kurun waktu, yakni seni budaya yang berasal dari masa
prasejarah, masa kontak dengan tradisi besar Hindu dan seni Budaya etnik lokal
yang masih ada sampai sekarang, yang diasumsikan berakar jauh ke masa lampau.
Dari kurun prasejarah, kehidupan seni budaya ditandai oleh
pendirian monumen-monumen seremonial, baik berukuran kecil, sedang, maupun
besar, yakni berupa peninggalan yang dibuat dari susunan batu. Salah satu
rekayasa arsitektur yang dianggap berasal dari tradisi megalit atau prasejarah
adalah pendirian bangunan yang umum disebut dengan teras berundak (teras
piramida) seperti terdapat di Gunung Padang (Cianjur, Sukabumi), Cibalay dan
Kramat Kasang (Ciampea, Bogor).
Peninggalan sejenis ini ditemukan di berbagai pelosok
Nusantara. Bangunan teras berundak berasosiasi dengan satu atau beberapa jenis
unsur megalit lainnya, seperti menhir, arca batu, altar batu, batu lumpang,
dakon batu, pelinggih batu, tembok batu, jalanan berbatu, dolmen dan lain-lain.
Beberapa batu dari bangunan teras berundah itu diukur dipahat dengan unsur dekoratif
tertentu, seperti pola-pola geometris, pola binatang dan lain-lain seperti yang
terdapat Pugungraharjo (Lampung) dan Terjan (Rembang).
Seni Utama dunia Islam, kaligrafi, mozaik, dan arabesk
sampai di Nusantara sebagai unsur seni baru. Dengan kepiawaian para seniman
Nusantara. Pada seni pahat juga tampak variasi dan pembauran antara
anasir-anasir asing dan lokal, termasuk pra Islam. Ini tampak pada hasil seni
pahat makam dengan kandungan kreativitas lokal (Barus, Limapuluh Kota, Binamu),
Hindu (Troloyo, Gresik, Airmata dan Astatinggi) dan asing (Pasai, Aceh, Ternate
Tidore) secara tipologis, nisan-nisan makam muslim Nusantara memperlihatkan
tipe-tipe Aceh, Demak Troloyo, Bugis Makassar, dan tipe-tipe lokal.
4. Islam dan Seni Budaya Lokal
Dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, kedudukan seni
dan budaya mempunyai peran yang cukup penting di dalamnya. Berkaitan dengan
itu, maka tidak anek para ulama zaman dulu begitu luas pengetahuannya. Ia tidak
hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga menguasai ilmu seni dan budaya. Dalam
hal ini, kehidupan sastra di dunia pesantren bukan merupakan barang baru.
Dibacakannya Kasidah Barzanji yang berkisah tentang keagungan Nabi Muhammad Saw
merupakan salah satu dari sekian karya sastra yang ditulis kalangan ulama pada zamannya.
Hubungan Islam dengan seni dapat pula dilihat dari teks-teks
klasik yang dikaji secara mendalam. Misalnya di dunia pesantren tradisional,
kisah-kisah tentang para nabi dan para sahabatnya, pelajaran tentang haram,
halal dan keimanan, dilantunkan dalam nadoman. Lirik-lirik nadoman itu sendiri
ditulis dalam bentuk puisi.
Wali-wali seperti Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan
Kudus, Sunan Drajat, dan Sunan Kalijaga berperan besar dalam mengembangkan seni
dan kebudayaan Jawa yang bernapaskan Islam. Mereka mampu mentransformasikan
bentuk-bentuk seni warisan Hindu menjadi bentuk-bentuk seni baru bermuatan
Islam. Sunan Bonang dan Sunan Gunung Jati sebagai contoh adalah perintis
penulisan puisi suluk atau tasawuf, yang pengaruhnya besar bagi perkembangan
sastra.
Begitu pula sebenarnya cukup banyak karya seni yang
dihasilkan para seniman muslim modern sejak zaman Hamka sampai kini, khususnya
dalam sastra, seni rupa, musik, seni suara dan teater yang bernapaskan Islam.
Perlu dikemukakan bahwa sebelum orang Islam datang ke
Indonesia, mereka telah mengenal berbagai ragam hias Arabesk yang kaya melalui
kain, perabot rumah tangga, bagian-bagian kapal yang dihiasi dan lain-lain.
Pengkayaan motif yang bersifat lokal juga didorong oleh wawasan bahwa
"ayat-ayat Tuhan terbentang dalam alam dan diri manusia" jadi tidak
terbatas alam yang ada di negeri Arab atau Persia dan tak terbatas diri manusia
orang Arab dan Persia. Ingatlah Hamzah Fansuri berkata, Hamzah Fansuri orang
uryani seperti Ismail jadi qurbani bukannya Arabi lagi ajami sentiasa wasil
dengan yang baqi.
5. Integrasi Islam dan Budaya Lokal
Islam di kawasan Kepulauan Nusantara sesungguhnya telah
berkembang dengan pesat karena melalui proses akulturasi budaya lokal.
Integrasi pemikiran Islam selalu disesuaikan dengan kekhasan budaya lokal.
Dalam konteks ini, dakwah Islamiyah selalu melihat lingkungan sosial budaya
dengan kacamata kearifan, kemampuan adaptasi ini merupakan kecerdasan sosial,
intelektual, dan spiritual yang dimiliki oleh para ulama dahulu yang bertugas
menyebarkan agama Islam.
Bukti-bukti seni budaya Islam Nusantara telah merefleksikan
bagaimana Islam sebagai ajaran samawi dan pranata keagamaan, disebarkan dan
disosialisasikan di Nusantara. Sosialisasi tersebut telah menggunakan cara-cara
damai dan memanfaatkan sumber daya kultur lokal sebagai media komunikasi yang
efektif.
PENGERTIAN SENI BUDAYA LOKAL SEBAGAI TRADISI ISLAM
Masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Islam ada yang sudah
menganut agama Hindu dan Budha maupun menganut kepercayaan adat setempat. Para
muballigh berpendapat bahwa agar bisa diterima oleh masyarakat setempat, Islam
harus menyesuaikan diri dengan budaya lokal maupun kepercayaan yang sudah
dianut dengan tidak menyimpang dari ajaran Islam.Selanjutnya terjadi proses
akulturasi (percampuran budaya). Proses ini menghasilkan budaya baru yaitu
perpaduan antara budaya setempat dengan budaya Islam.
Setiap wilayah di Indonesia mempunyai tradisi yang berbeda,
oleh karena itu proses akulturasi budaya Islam dengan budaya setempat di setiap
daerah terdapat perbedaan.
1. Sumatera
Budaya yang sudah mengakar di Sumatera adalah budaya Melayu
berupa kesusasteraan. Akulturasi antara dua budaya tersebut menimbulkan
kesusasteraan Islam. Sehingga para ulama disamping sebagai pendidik agama juga
dikenal sebagai sastrawan, misalnya Hamzah Fansuri, Syamsudin (Pasai),
Abdurrauf (Singkil), dan Nuruddin ar Raniri. Ketiga ulama tersebut banyak
menulis sastra Melayu yang bercorak tasawwuf.
Beberapa karya besar dari masa ini adalah Syarab al ‘Asyiqin
dan Asrar al ‘Arifin (Hamzah Fansuri), Nur al Daqaiq (Syamsudin), Bustan al
Salatin (Nuruddin al Raniri). Karya-karya lainnya adalah Taj al Salatin,
Hikayat Iskandar Dzulqarnain, Hikayat Amir Hamzah, dan Hilayat Aceh.
Karya-karya tersebut sebagian besar berbentuk prosa. Bentuk sastra Melayu
lainnya adalah syair dan pantun.
2.
Jawa
Sebelum Islam datang, di Jawa terdapat budaya Jawa Kuno
sebagai hasil akulturasi dengan budaya India yang masuk bersama agama Hindu dan
Budha. Bila dibandingkan dengan budaya Melayu, pengaruh budaya Islam terhadap
budaya Jawa lebih kecil. Hal ini terlihat misalnya pada penggunaan huruf
Arab lebih kecil dibanding huruf Jawa, kedua bentuk puisi lebih sering
digunakan dibanding prosa.
Wayang adalah salah satu budaya Jawa hasil akulturasi dengan
budaya India. Cerita-cerita pewayangan diambil dari kitab Ramayana dan
Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi dengan Islam tokoh-tokoh dan cerita
pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa Islam.
Demikian juga dengan wayang golek di daerah Sunda,
cerita-ceritanya merupakan gubahan dari cerita-cerita Islam seperti tentang
Amir Hamzah (Hamzah adalah paman Rasulullah SAW).
3.
Sulawesi
Meskipun masyarakat Sulawesi baru memeluk Islam pada abad
ke-17, namun mereka mempunyai keteguhan terhadap ajaran Islam. Karya budaya
mereka yang bersifat Islami banyak berupa karya sastra terjemahan dari karya
berbahasa Arab dan Melayu, seperti karya Nuruddin al Raniri. Karya lain yang
bersifat asli adalah La Galigo (syair kepahlawanan raja Makassar).
Selain kesenian di atas terdapat pula bentuk kesenian visual
(seni rupa) seperti seni kerajinan, seni murni, seni terapan dan ornament
(hiasan). Ornament terdapat pada wadah, senjata, pakaian dan buku. Bentuk
hiasan pada ornament diambil dari bentuk flora, fauna dan grafis meniru gaya
hiasan Arab. Bentuk ornamen pada pakaian diwujudkan melalui teknik batik, sulam
dan bordir.
Ø Jenis Seni Budaya dan Tradisi yang bernilai Islam
Berbagai karya seni budaya tradisi Islam yang berkembang di
Indonesia, yang menjadi kekuatan untuk menjaga kesatuan dan pergaulan,
mengandung ajaran akhlaq mulia, yang digarap para da’i, mubaalik, para wali,
dan juga dorongan para raja-raja di Nusantara, antara lain :
a) Karya Seni Rupa lokal
Tradisional
1.
Seni Arsitektur Keraton dan Kasultanan
Arsitektur keratin dan kasultanan di Nusantara, rata-rata
bercorak tradisi religio-magis, yang terdiri dari: ruang pasebahan,
sitihinggil, alun-alun, pasar, dan masjid. Contohnya seperti istana keratin
Surakarta, Kasultanan Cirebon, Kasultanan Demak, dan sebagainya.
2.
Makam atau Nisan
Makam dalam tradisi Islam di Indonesia berbentuk mar,era tau
batu dan bermahkota seperti kubah masjid (maesan), terkadang berhiaskan tulisan
kaligrafi atau arabeska. Contohnya seperti Makam Sultan Malikus Shaleh di
Samudra Pasai, makam para Wali di Jawa.
3.
Bentuk Arsitek bangunan Masjid, Surau, Langgar khas Indonesia
Masjid di Indonesia beratap tumpang mirip pura pada masa
hindu, atap ini menjadi prototype sebagian besar masjid di Indonesia.
Perbedaannya hanya pada jumlah atap tumpangnya, ada yang bertumpang 3, 5, dan
6. Bentuk bangunan Masjid di Indonesia merupakan gabungan antara konsep pura
dan bangunan kelenteng.
4.
Wayang
Salah
satu budaya Jawa hasil akulturasi dengan budaya India. Cerita-cerita pewayangan
diambil dari kitab Ramayana dan Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi dengan
Islam tokoh-tokoh dan cerita pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa
Islam. Bagi orang jawa, wayang bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga
tuntunan karenasarat dengan pesan-pesan moral yang menjadi filsafat hidup orang
Jawa.
b) Karya Seni Musik
lokal
1. Shalawatan
Music Shalawatan merupakan music perkusi terbang yang
dipukil bergantian dengan sair dan puisi yang dilagukan dengan irama Arab atau
Jawa.
2. Macapat
Macapatan, berupa jenis lagu Jawa yang sudah diatur
komposisinya. Penampilan tanpa iringan music, tetapi hanya vocal saja.
3. Orkes Gambus
Musik gambus mirip dengan Shalawatan, tetapi alat-alat
musiknya ditambah dengan viola accordion, mandolin, dan bahkan beberapa alat
music elektrik.
4. Gamelan Sekaten
Gamelan jawa yang ditabuh saat upacara sekaten peng-islaman
bagi yang akan masuk agama islam dengan pembacaan syahadat. Sekaten ini
dilaksanakan pada bulan maulud.
APRESIASI BUDAYA LOKAL SEBAGAI TRADISI ISLAM
Setiap daerah dimana Islam masuk sudah terdapat tradisi
masing-masing. Ada yang merupakan pengaruh Hindu dan Budha adapula tradisi asli
yang sudah turun menurun. Seperti halnya di Sumatera, di daerah lainpun para
mubaligh memilih mempertahankannya namun memberikan warna Islam.
Berikut
ini beberapa contoh tradisi kesekuan di Indonesia yang bernuansa Islam :
1.Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdo’a
kepada Alloh dengan membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan
lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid
(Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah).
Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Alloh
SWT (tasyakuran) dan mendo’akan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari
ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan
orang-orang Hindu dan Budha yaitu Kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agam
Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung unsure kemusyrikan.
Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau lauk-pauk yang bisa dibawa
pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga
dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus
meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya.
2.Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW di lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud,
Sekaten diselenggarakan pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini
gamelan Sekati diarak dari Keraton ke halaman mesjid Agung Yogya dan dibunyikan
siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul Awal. Tradisi ini dipelopori oleh
Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi
pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi Sekaten.
3.Gerebeg Maulud
Acara ini merupakan puncak peringatan maulud. Pada malam
tanggal 11 Rabiul Awal ini, dengan Sri Sultan beserta pembesar Keraton Yogya
hadir di mesjid Agung. Dilanjutkandengan pembacaan-pembacaan riwayat Nabi
dengan ceramah agama.
4.Takbiran
Takbiran dilakukan dengan malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan
mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampong
(takbir keliling).
5.Muludan
Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan
mengadakan Muludan. Peringatan ini dipelopori oleh Sultan Muhammad Al
Fatihuntuk membangkitkan semangat pasukan Muslim pada perang salib. Peringatan
Maulid Nabi sebenarnya tidak diperintahkan oleh Nabi melainkan budaya agama
semata. Di Indonesia peringatan ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan
masyarakat, dari Presiden sampai rakyat biasa. Kegiatan ini diisi dengan
pembacaan riwayat nabi (Barzanji) maupun kegiatan lainnya seperti
perlombaa-perlombaan yang bersifat Islami.
6.Tabut/Tabuit
Dilaksanakan pada hari asyura (10 Muharram) untuk
memperingati pembantaian Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rosulullah)
oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbela. Dilakukan dengan mengarak usungan
berwarna-warni (tabut) di pinggir pantai kemudian dibuang ke laut lepas.
Pengarakan biasanya dilaksanakan setelah terlaksananya acara lainnya dengan
menghidangkan beraneka macam hidangan makanan. Upacara ini dilaksanakan secara
turun temurun di daerah Pariaman (Sumatera Barat) dan Bengkulu.
7.Adat Basandi Syara’, Sara’ Basandi Kitabulloh
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama
Islam, sehingga adat mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al-Qur’an
(Kitabullah). Adat Minagkabau kental dengan nuansa Islam sehingga melahirkan
semboyan adat basabdi syara, syara basandi kitabullah (Adat bersendikan syara
dan syara bersendikan Kitab Alloh).
8.Seni Tradisi Genjring
Seni tradisi ini banyak ditemukan di daerah Purwokerto, dan
Banyumas pada umumnya. Di kalangan masyarakat Banyumas, kesenian tradisi ini
lebih banyak yang berbasis di masjid. Pada masa lalu, kesenian ini cukup
efektif untuk melakukan pembinaan generasi muda, karena hampir setiap malam
anak-anak muda bertemu di masjid. Untuk mengisi waktu senggang, mereka
memainkan genjring bersama-sama di masjid. Namun saat ini kesenian ini sedikit
demi sedikit mulai ditinggalkan kaum muda, sehingga jumlahnya didominasi kaum
tua (50 tahunan).
Dalam seni tradisi islam ini, syiiran shalawat dilantunkan
secara rampak dengan diiringi tabuhan rebana, tanpa tarian. Oleh masyarakat
lokal, tabuhan rebana ini disebut genjring. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk
mendekati bunyi rebana yang mirip bunyi “jring”, orang bilang “genringan”.
Seperti halnya kesenian Islam lain, kesenian ini menggunakan dasar dari kitab
Al-Berjanji. Dimana sebuah kitab yang berisi tentang puji-pujian kepada Nabi
Muhammad.
Kesenian ini di masyarakat Banyumas seringkali digunakan
untuk mengarak sunatan. Dalam prosesi ini, gengring dilakukan sambil jalan
beberapa ratus meter menyambut datangnya pengantin sunatan yang datang dari
tempat disunat tersebut. Si anak dinaikkan becak yang telah dihias, yang
kemudian dibelakangnya diikuti para pemain genjring. Menurut keterangan
masyarakat Purwokerto dan Banyumas hal ini dimaksudkan selain untuk menambah
kemeriahan pesta, mengurangi rasa sakit pada si anak (karena perhatian tertuju
pada keramaian), juga dimaksudkan adanya hikmah dari pembacaan sholawat
tersebut.
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh antara 12 sampai 30
orang. Penabuh terbang bisa bergantian dan nyanyian dilakukan secara serempak
dengan menggunakan bahasa arab.
9.Kesenian Singkiran
Kesenian ini sangat jarang ditemui karena semakin punah,
seiring kemajuan jaman, meninggalnya para pelakunya, dan sengaja di counter
kelompok tertentu (islam modern) karena dianggap ada penyimpangan dari Islam.
Kesenian Singiran merupakan salah satu bagian integral dari ekspresi seni
tradisi ummat Islam. Kesenian ini berkembang seiring dengan tradisi
memperingati seribu hari kematian (3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000
hari) salah satu warga.
Jika dilihat dari isinya, seni tradisi ini berisikan
nasehat-nasehat bagi si mayat dan nasehat kebajikan bagi anak cucu yang masih
hidup untuk selalu mendoakan orang tua mereka.
Kelompok kesenian ini salah satunya ditemukan di daerah
Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY. Kelompok ini menamakan keseniannya sebagai “
Singir Ndjaratan” yang artinya “tembang kematian”. Selain menarasikan
nasehat-nasehat kebajikan, kesenian ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk
mendoakan para leluhur melalui pembacaan kalimat tahlil yang mengiringi
pembacaan narasi syiiran. Kesenian ini semakin hari digerus oleh perspektif
Islammodernis dan banyak tergantikan dengan tahlil dan yasinan. Kesenian ini
tidak menggunakan alat musik, namun diiringi tahlil bersama sepanjang pembacaan
singir-singirnya. Sedangkan irama atau langgam singir digunakan langgam-langgam
macapat. Secara garis besar kesenian ini diawali dengan pembacaan tahlil,
kemudian bacaan singir secara bergantian, dan kemudian pembacaan sholawat
(srokal) serta diakhiri dengan doa.
10. Kasidah
Kasidah (qasidah, qasida; bahasa Arab: “قصيدة”, bahasa Persia: قصیده atau چكامه dibaca: chakameh)
adalah bentuk syair epik kesusastraan Arab yang
dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian
(dakwah keagamaan dan satire) untuk kaum muslim.
Lagu kasidah modern liriknya juga dibuat dalam bahasa
Indonesia selain Arab. Grup kasidah modern membawa seorang penyanyi
bintang yang dibantu paduan suara wanita. Alat musik yang dimainkan
adalah rebana dan mandolin, disertai alat-alat modern,
misalnya: biola, gitar listrik,keyboard flute. Perintis kasidah
modern adalah grup Nasida Ria dari Semarang yang semuanya perempuan.
Lagu yang top yakni Perdamaian dari Nasida Ria. Di tahun
1970-an, Bimbo, Koes Plus dan AKA mengedarkan album
kasidah modern dan lain-lain.
11. Sholawat
Jawi
Kesenian Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul,
dan beberapa juga sudah menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di
sekitar Kabupaten Bantul. Kesenian ini merupakan salah satu bentuk penegasan
jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang berkembang seiring dengan tradisi
peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair atau syiiran shalawat kepada
Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa, bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa
(langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan lain-lain).
Adalah Kyai Soleh yang menciptakan tembang-tembang shalawat
berbahasa Jawa yang sampai saat ini tulisannya menjadi pedoman para pelaku seni
sholawat jawi, meskipun beliau sudah lama meninggal. Kyai Soleh merupakan
seorang tokoh lokal Islam yang sekaligus seniman yang memegang teguh
prinsip-prinsip ber-Islam. Kesenian ini merupakan ekspresi keberagamaan
sekaligus ekspresi kesenian bagi pelakunya. Mereka mendapatkan manfaat
keberagamaan yang mententramkan hati (sebagai kubutuhan spiritualitas)
sekaligus kebutuhan akan keindahan (seni) juga terpenuhi. Kesenian tradisi
islam ini di dominasi oleh para oang tua ( rata-rata di atas 50 tahun) dan
regenerasi sepertinya tidak. Kalangan mudah lebih senang kesenian yang lebih
modern (model dan alatnya). Jadi tidak heran kesenian ini mulai jarang ditemui,
karena kelompok-kelompok kesenian ini semakin sedikit.
Selain tradisi tersebut masih banyak tradisi lain yang
berkembang di daerah atau suku-suku lainnya. Hal ini menunjukkan perbedaan
sikap masing-masing daerah pada saat menerima Islam. Tradisi-tradisi tersebut
menambah kekayaan tradisi Islam Indonesia.
12. Tari Zapin
Tari zapin bisa kita temukan di Riau. Tari ini diiringi
irama gambus, yang diperagakan oleh laki-laki yang berpasangan dengan
mengenakan sarung, kemeja, kopeah hitam dan songket dan ikat kepala
lacak/destar. Tari ini dipentaskan pada saat acara upacara pernikahan, khitanan
dan hari raya islam.
13. Tari seudati
Berasal dari Aceh umumnya diperankan oleh laki-laki dengan
menari dan membuat bunyi tabuhan dengan alat music tubuh mereka sendiri,
sewaktu menepuk tangan, dada, sisi tubuh dan menggertakan jari-jarinya.
14. Santriswaran
Santriswaran adalah grup music dengan alat terbang, kendang,
dan kemanak. Nadanya mengiktui nada gamelan. Syair-syairnya memuat
ajaran-ajaran islam dan budaya jawa yang disisipi dengan selawat nabi.
Santriswaran dikembangkan oleh seniman keraton Surakarta.
15. Tari Menak
Diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX raja
jogyakarta, tari menak mirip wayang orang tetapi tari menak diambil dari serat
menak. Cerita menak adalah berbahasa jawa / sunda yang disadur dari parsi.
16. Suluk
Suluk adalah tulisan dalam bahasa jawa maupun arab yang
berisi pandangan hidup orang jawa. Serat wirid adalah tulisan pujangga jawa
yang berisi bacaan-bacaan baik jawa maupun arab yang dibaca berulang-ulang.
17. Megengan
Megengan dalah upacara menyambut datangnya bulan suci ramadhan,
kegiatan utamanya yaitu dengan manabuh bedug sebagai tanda jatuhnya tanggal 1
ramadhan.
18. Selikuran
Dilakukan dikeraton Surakarta dan Yogyakarta setiap tanggal
21 Ramadhan yang bertujuan untuk menyambut malam lailatul qodar
Ø Apresiasi Terhadap Seni Budaya
Seni budaya local yang benapaskan islam tersebut adalah
hasil para juru dakwah dimasa lalu yang kreatif, dimana para juru dakwah
mencari akal bagaimana supaya masyarakat yang sebelumnya masih kuat memegang
adat dan budaya sebelumnya beralih ke agama islam tanpa menyinggung perasaan
adat budaya sebelumnya yaitu hindu budha.
Kita perlu menghargai dan
melestarikan seni budaya adat yang bernafaskan islam, sepanjang tidak membawa
dampak negative bagi aqidah keislaman dan tidak mengakibatkan syirik dan
penyimpangan ajaran.
Ø Seni
Bangunan/Arsitektur
Seni
bangunan di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Hindu dan Buddha.
Hal ini disebabkan sebelum Islam masuk ke Indonesia banyak kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hindu-Buddha. Sehingga bentuk bangunan pada waktu itu berupa
candi-candi untuk pemujaaan dewa-dewa dan roh leluhur. Selain dipengaruhi oleh
bentuk candi, juga dipengaruhi oleh bentuk bangunan dari bangsa Barat yang lama
menjajah Indonesia.
Setelah
agama Islam datang ke Indonesia kemudian banyak bangunan yang bernuansa Islam
terutama bangunan ibadah untuk orang Islam Indonesia. Mulai dari masjid kecil
sampai masjid yang besar.
Berikut beberapa bangunan yang
bernuansa Islam di Indonesia.
a) Gapura
Masjid Kudus yang seperti candi
b) Masjid
Raya Baiturrahman di Aceh
c) Masjid
Agung Banten di Banten
d) Masjid
Agung Demak di Demak
Ø Rumah Gadang
Gaya
seni bina, pembinaan, hiasan bahagian dalam dan luar, dan fungsi rumah
mencerminkan kebudayaan dan nilai Minangkabau.
Ø Rumah Banjar
Mulai
sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Bangunan Rumah Adat Banjar diperkirakan
telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar di bawah kekuasaan
Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam.
0 komentar:
Posting Komentar